Major Throwback
I was looking
at my old picture, when I was around... 4 or 5 years old? Not sure. But well...
I suddenly remember those days, when I was a kid. My brain suddenly did a major
throwback to those kindergarten – elementary school days. Around 1997 – 2003? Those
memories are not vivid anymore. But I kind of remember these scenes. These are
the scenes that I remember it as the happiest moment in my childhood days,
before the technology.
Dian kecil
sering kena omel bapak karena (katanya) Dian kecil ini bandel sekali, sering
main. Ya, Dian kecil ini kalau main (katanya) tidak kenal waktu. Dari habis
pulang sekolah sampai Maghrib full time tidak di rumah. Saya ingat betul
rasanya hanya saya yang dimarahi habis-habisan karena suka main sampai-sampai
teman-teman kecil saya takut juga dengan bapak saya. Kalau di film-film ada
karakter yang punya bapak galak, itu saya. Hehehe. Sampai sekarang saya tidak
pernah merasa bersalah karena saya dulu sering main. Wajar kan anak kecil
penasaran dengan dunia sekitar dan jadi eksplorasi dengan teman sebayanya?
(membela diri)
Jam 2 siang
biasanya Dian kecil sudah ada di rumah tetangga, entah tetangga depan rumah
atau tetangga sebelah rumah. Bapak kerja, mama mengajar, kalau pun ada om atau
tante di rumah entah bagaimana saya bisa melarikan diri untuk main. Tetapi
tidak setiap hari saya melarikan diri, yang jelas saya memang suka main di luar
rumah. Tetangga-tetangga dekat yang dulu sering main bersama kira-kira ada 10
orang lah. Kadang kurang, kadang lebih. Permainan yang lumayan sering dimainkan
diantaranya itu:
1. Petak umpet
Saya suka
main petak umpet, hehe. Dari tempat sembunyi yang dekat, sampai yang jauh.
Entah bagaimana ceritanya dulu kalau main petak umpet bisa sampai entah kemana dan jadi mirip main kejar-kejaran.
Kasihan juga sih yang jaga kalau dipikir-pikir. Pernah satu hari, waktu sudah
menjelang Maghrib dan kita masih asik main petak umpet. Lalu kami tiba-tiba satu persatu disuruh
pulang oleh orang tua masing-masing. Tetapi kita lupa bilang sama yang jaga.
Jadilah dia masih mencari-cari kami yang sebenarnya sudah pulang ke rumah
masing-masing hahaha. Lalu ada bekas luka di kaki saya karena jatuh ketika main
petak umpet. Lukanya lumayan lebar, sembuhnya memakan waktu sekitar sebulan.
Saya waktu itu tidak berhenti menangis walaupun sudah dikasih brownies dan
disetelin lagu viva forever-nya spice girl oleh tante (browniesnya gosong, dia
buat sendiri katanya).
2. Benteng
Saya juga
suka main benteng, tapi kurang seru kalau yang main cuma sedikit. Pegang tembok
lalu tiba-tiba “energy”-nya penuh dan lari mengejar musuh dari benteng sebelah,
kalau musuh pegang “benteng”-nya otomatis energinya lebih banyak dan balik lari
mengejar. Permainan selesai kalau kita berhasil memegang benteng lawan. Hahaha.
Tempat saya main dulu, bentengnya ada tiang kayu rumah depan dan tembok batu.
Saya paling sebal kalau dapat tembok kayu karena sering kesusuban (kemasukan
kayu kecil di kulit).
3. Power Ranger
Waktu itu
yang lumayan “nge-hits” adalah power ranger mighty morphin dan power ranger in
space. Tapi rasanya saya baru agak mengerti ceritanya ketika setengah jalan
mighty morphin season terakhir dan satu series power ranger in space. Karena teman main saya rata
jumlahnya antara laki-laki dan perempuan, dan para lelaki tidak mungkin diajak
main sailormoon, jadilah kita main power ranger (in
space?). Dan kita pernah kekurangan orang, si pemeran ranger merah dan musuhnya
adalah orang yang sama. Entah dia kadang perang sendiri, kadang si ranger merah
dihipnotis musuh, ada saja idenya haha. Saya forever ranger kuning, karena
tetangga sebelah forever maunya jadi ranger pink. Oke. Brand image saya juga
bukan feminim, tetapi agak tomboy. Barbie saya rambutnya saya gunting cepak -_-
Banyak lagi
mainan lainnya, tetapi kalau siang-siang biasanya saya suka main di rumah
sebelah yang punya warung. Ngobrol, jaga warung, jajan, atau melakukan hal
bodoh entah apa. Sampai pernah mencetin bel rumah orang lalu pergi. Atau menelpon
mcd dan pesan semur jengkol, main lari-larian ketika jam solat tarawih,
takbiran keliling, main di kebun sebelah, main di empang. Saya adalah anak rumahan yang tidak begitu rumahan juga
sebenarnya. Kalau ada special occasion dan ada kesempatan main sampai malam ya
saya main sampai malam, lupa juga dimarahin atau tidaknya setelah pulang.
Pernah dikunci di luar rumah juga sepertinya. Duh saya memang totally anak
matahari banget! (look at this dark skin tone) (looks good on me tho).
Masa kecil generasi
90an memang menyenangkan. Tidak ada teknologi, paling ada playstation atau sega
(yang saya juga tidak terlalu suka mainnya). Ada komputer, tapi saya dulu entah
kenapa takut dengan komputer. Seperti melihat benda aneh yang kalau disentuh bisa
mendadak meledak. Rasanya main di lapangan itu lebih menyenangkan ketimbang
jalan-jalan ke mall dengan orang tua. Yang membuat menyenangkan itu karena
banyak teman sebayanya. Teman-teman, nanti kalau jadi orang tua, biarkan saja anak-anaknya main di luar rumah asal tidak melakukan hal negatif. Tapi zaman sudah banyak
berubah sejak teknologi berkembang begitu pesatnya. Tempat main saya dulu sudah
berganti menjadi rumah dan kontrakan, kejahatan sekarang ada dimana saja dengan modus yang bermacam-macam, pohon-pohon sudah
tidak sebanyak dahulu, kartun-kartun jumlahnya berkurang pesat dan tontonan
semakin tidak mendidik. Beruntunglah kita generasi 90an, anak lapangan.
Wow, saya
bandel juga ya dulu. Semua berubah ketika saya sudah kelas 6 SD. Jadi main
dengan perempuan dan mulai agak canggung kalau main dengan laki-laki. Kenal
bedak, minyak wangi, hand body, kenal sisir hehe. Berubah dari anak-anak
menjadi remaja kutu novel karena harry potter. Rasa menyenangkan ketika bermain lari-larian di luar perlahan
memudar. Walaupun warna kulit tetap segini-segini juga hehe.
And life
goes on with entirely different story, until now.







0 comments:
Post a Comment